Kejaksaan RI Pecahkan Rekor Sejarah Penyitaan Rp 11 Triliun, Komisi Kejaksaan Apresiasi Langkah Tegas

Konferensi pers penyitaan Uang hasil tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas CPO dan turunanya dari para terdakwa korporasi Wilmar Group sebesar Rp 11.880.351.802.619 (ditampilkan sebesar 2 Triliun Rupiah) di Kejagung, Jakarta, Selasa (18/06/2025) (Foto: Hubaga Komisi Kejaksaan RI)

Jakarta, Rabu, 18 Juni 2025 – Komisi Kejaksaan Republik Indonesia memberikan apresiasi tinggi kepada Kejaksaan Agung RI atas capaian monumental dalam penegakan hukum. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Kejaksaan berhasil menyita uang sebesar Rp 11 triliun dari korporasi dalam perkara dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.

Penyitaan tersebut dilakukan terhadap korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group, yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. “Ini merupakan uang sita terbesar yang diekspos langsung ke publik dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia,” tegas Komisioner Komisi Kejaksaan RI, Nurokhman, dalam pernyataan kepada wartawan pada Rabu, 18 Juni 2024.

Anggota Komisi Kerjaksaan RI, Nurokhman

Nurokhman, yang juga menjabat sebagai Ketua Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Komisi Kejaksaan RI, menilai langkah ini mencerminkan keseriusan Kejaksaan dalam menyelesaikan perkara korupsi secara menyeluruh. Tidak hanya menjatuhkan pidana badan terhadap pelaku, Kejaksaan juga sukses melacak dan menyita hasil kejahatan—sebuah praktik yang dikenal dengan istilah follow the money.

“Prinsip follow the money sangat penting dalam penanganan kasus korupsi, karena membantu membongkar aliran dana dari sumber hingga ke tujuan akhirnya. Ini penting untuk mengungkap siapa saja yang mendapatkan keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung,” jelas Nurokhman.

Menurutnya, korupsi sering kali melibatkan jejaring luas yang mencakup oknum pejabat, pelaku usaha, dan pihak ketiga sebagai perantara. Dengan menelusuri aliran uang, aparat penegak hukum dapat mengidentifikasi dan menjerat para aktor utama maupun pihak yang berperan dalam memperlancar tindak pidana tersebut.

“Aliran dana menjadi bukti krusial untuk membuktikan adanya keuntungan pribadi atau kelompok yang menjadi salah satu unsur utama dalam tindak pidana korupsi,” tambahnya.

Nurokhman juga menekankan bahwa keberhasilan penyitaan ini bukan hanya sekadar hukuman, tetapi juga bagian dari strategi pemulihan kerugian negara (asset recovery). “Kejaksaan Agung telah membuktikan dan mengungkap modus kejahatan dalam perkara ini, serta melakukan penyitaan aset untuk memulihkan kerugian negara,” ujarnya.

Langkah tegas ini menjadi tonggak penting dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia, sekaligus menegaskan komitmen lembaga penegak hukum untuk tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga memulihkan hak-hak negara dan rakyat yang dirugikan.

BERITA LAINNYA