Dalam sebuah kunjungan kerja yang penuh makna di Kejaksaan Tinggi Aceh, Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, menyampaikan pesan penting yang patut menjadi renungan seluruh insan Adhyaksa: kepercayaan adalah kehormatan, dan kehormatan adalah tanggung jawab. Di hadapan para Kepala Kejaksaan Negeri se-Aceh, Komjak menegaskan bahwa saat ini Kejaksaan tengah berada dalam titik kepercayaan tertinggi dari masyarakat—bahkan dari Presiden Republik Indonesia sendiri.
Presiden, menurut Pujiyono, telah menempatkan Jaksa dalam posisi yang dilindungi dan dijaga, setara dengan institusi strategis lainnya seperti TNI dan Polri. Namun, perlindungan itu tidak boleh disalahartikan sebagai kekuasaan mutlak. Ia justru menjadi amanah besar yang harus dijaga dengan integritas, kerendahan hati, dan etika yang luhur.
Pujiyono mengingatkan bahwa perilaku yang arogan, asosial, atau nirkebajikan akan cepat mengikis simpati masyarakat. Ia mencontohkan bagaimana tindakan sehari-hari jaksa—bahkan saat berkendara di jalan raya—dapat menjadi cermin etika profesi dan mempengaruhi citra institusi. “Kita ingin lembaga ini tetap dipercaya publik. Maka, tanggung jawab untuk menjaga itu ada pada seluruh insan Adhyaksa,” tegasnya.
Sebagai lembaga pengawas eksternal, Komjak setiap bulannya menerima tak kurang dari 80 aduan masyarakat, sebagian besar terkait perilaku dan profesionalisme jaksa. Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan publik berjalan aktif, dan Komjak berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap laporan sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi kelembagaan.
Dalam pandangan Komisi Kejaksaan, jaksa bukan hanya aparat penegak hukum, tetapi juga bagian dari masyarakat yang hidup dan tumbuh bersama warganya. Maka, jaksa yang ideal adalah mereka yang mampu menyatu dengan masyarakat tanpa kehilangan wibawa, mampu bergaul tanpa kehilangan etika, dan mampu dipercaya tanpa menjadi tinggi hati.
Opini ini sekaligus menjadi pengingat bahwa kepercayaan publik adalah aset moral yang tidak ternilai. Dan seperti semua aset berharga, ia harus terus dijaga, dipelihara, dan dipertanggungjawabkan. Karena ketika kepercayaan hilang, maka hilang pula legitimasi moral dari penegakan hukum itu sendiri.