Jakarta, 2 Januari 2025 — Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak RI) mencatat sebanyak 869 laporan pengaduan masyarakat terkait kinerja jaksa dari seluruh Indonesia sepanjang tahun 2024. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mendekati 1.000 laporan.
“Yang kita terima selama satu tahun itu sebanyak 869 laporan pengaduan (lapdu) dari seluruh provinsi Indonesia. Tahun lalu hampir seribu laporan, tapi tahun ini hanya 869,” ujar Wakil Ketua Komjak RI, Babul Khoir, dalam konferensi pers di Kantor Komjak RI, Kamis (2/1/2025).
Provinsi DKI Jakarta tercatat sebagai wilayah dengan jumlah laporan terbanyak, disusul Jawa Timur, Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan. Babul menjelaskan, tingginya angka laporan di Jakarta berkorelasi dengan jumlah perkara yang ditangani, “Satu kejaksaan negeri di DKI bisa menangani hingga 300–400 kasus. Berbeda dengan wilayah seperti Papua atau Sulawesi.”
Mekanisme Penanganan dan Koordinasi
Komjak memiliki mekanisme penanganan laporan yang terstruktur. Setiap laporan diteruskan kepada instansi kejaksaan sesuai kewenangannya—baik Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, maupun Kejaksaan Negeri. “Setelah satu tahun, semua laporan kami rekap dan laporkan kepada Presiden. Sebagian kami rekomendasikan untuk menjadi kebijakan,” ungkap Babul.
Koordinasi juga dilakukan secara berkala dengan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) dan Inspektur Pengawasan Kejaksaan, sebagai langkah sinergis memperkuat pengawasan internal dan eksternal Kejaksaan.
Pemantauan Kasus Strategis
Komjak turut aktif memantau sejumlah perkara besar yang menjadi perhatian publik. Salah satunya adalah kasus Ferdy Sambo, serta dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah oleh PT Timah Tbk (2015–2022) yang menyebabkan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 300 triliun.
“Kami turun langsung ke Bangka Belitung untuk memantau langsung lokasi dan perkembangan perkara. Semua proses termasuk penyitaan barang bukti turut kami awasi dan laporkan kepada Presiden,” kata Babul.
Evaluasi Penanganan dan Kinerja
Anggota Komjak RI, Heffinur, menyoroti sejumlah putusan perkara yang tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Ia mempertanyakan sikap jaksa yang tidak mengajukan banding atas putusan ringan yang jauh dari tuntutan. “Contohnya, terdakwa dituntut enam tahun, tetapi diputus dua tahun dan tidak dilakukan upaya banding. Ini akan kami evaluasi bersama Jampidsus,” ujarnya.
Komjak juga mencatat bahwa sepanjang 2024, nilai denda yang dikumpulkan mencapai Rp 11,75 miliar, sementara uang pengganti dari kerugian negara hanya Rp 12 triliun—jauh dari potensi kerugian senilai Rp 300 triliun. Menurut Heffinur, kondisi ini menjadi catatan penting untuk perbaikan ke depan.
“Kami akan terus mengevaluasi kinerja kejaksaan untuk memastikan setiap perkara ditangani secara profesional, sesuai prosedur, dan dapat mengembalikan kepercayaan publik,” tutupnya.