Nurokhman adalah sosok yang membuktikan bahwa kekuatan kata-kata dapat menjadi pijakan nyata untuk perubahan. Mengawali karier sebagai jurnalis sejak masih duduk di bangku kuliah di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, ia memulai langkahnya dari koran harian Radar Banyumas, bagian dari Jawa Pos Group. Semangat dan ketajamannya dalam menyajikan fakta membawanya bergabung dengan Suara Merdeka, di mana ia dipercaya meliput isu-isu hukum strategis di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri sejak 2009 hingga kini.
Tak hanya piawai menulis berita, Nurokhman juga menyalurkan idealismenya melalui karya sastra. Dua novel bertema hukum yang ditulisnya, The Djaksa: Labirin Prosekutor dan The Djaksa: Menembus di Balik Matahari, menjadi refleksi mendalam tentang dunia penegakan hukum dari sudut pandang yang jarang tersentuh. Selain itu, ia juga menjadi editor berbagai buku biografi dan profil institusi—sebuah bukti komitmennya dalam merawat ingatan dan warisan pemikiran lewat tulisan.
Kiprahnya tak terbatas di dunia jurnalistik. Nurokhman juga aktif dalam organisasi profesi, dipercaya menjadi Sekretaris dan kemudian Ketua Forum Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka) pada periode 2012–2014. Dalam posisi ini, ia memperkuat jembatan komunikasi antara jurnalis dan aparat penegak hukum, menjunjung etika profesi sekaligus menjaga independensi informasi publik.
Di tengah kesibukannya, ia tak melupakan tanggung jawab sosial terhadap pendidikan. Sejak 2017, ia aktif sebagai Ketua Pelaksana Harian Badan Pelaksana Penyelenggara Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Purwokerto, Kampus III di Desa Winduaji, Kabupaten Brebes. Melalui peran ini, Nurokhman menanam benih masa depan—membuka akses pendidikan tinggi untuk masyarakat desa, menjadikan ilmu pengetahuan sebagai jalan pemberdayaan.
Sebagai ayah dari tiga anak dan suami dari Rantika Dewi Saraswaty, Nurokhman adalah teladan nyata bahwa seorang penulis tak hanya menyusun kata, tetapi juga menenun harapan, menanam nilai, dan membangun jejak kebaikan yang abadi.